Kamis, Juni 11, 2009

MARIO TEGUH SEORANG MUSLIM SEJATI

Pasti sudah banyak yang tahu nama MARIO TEGUH. Itu adalah bapak yang terkenal dengan “Salam Super”. semula saya mengira bahwa beliau adalah non muslim, tapi ternyata saya keliru....



dan setelah saya searching internet, saya sangat suka dengan Beliau, saya salut dengan pak mario begini ucapannya :



“Saudara-saudara kita sesama muslim masih terlalu asyik dengan dunianya sendiri dan bergaul hanya pada lingkungannya sendiri. Malah yang lebih memprihatikan, dengan sesama muslim kalau ngundang pembicara dia tanya dulu, “Orang itu madzhabnya apa ?.” Dia tidak akan menerima orang yang tidak satu madzhab, satu aliran, dengannya. Padahal dinegara-negara maju sudah menjadi pemandangan yang biasa orang-orang Yahudi mengundang pembicara Islam, Hindu atau Kristiani, atau sebaliknya.Mereka sudah mantap dengan iman mereka sehingga mereka tidak khawatir dengan pembicara yang datang dari luar komunitas mereka. Mereka sangat yakin, bahwa dengan cara demikian (menghadirkan pembicara “orang luar”), mereka dapat memperkaya wacana dan kehangatan batin. Kita, atau persisnya sebagian umat Islam, lupa bahwa salah satu cara mensyukuri perbedaan ditunjukkan bukan pada lisan akan tetapi dengan mendengarkan pendapat orang lain yang beda keyakinan agamanya.”


Beliau juga mengatakan :
“Buat saya, ketika kita betul-betul dengan sadar sesadarnya mengatakan “ya !” terhadap keberadaan dan keesaan Allah (laa ilaaha illallaah; red) kita tak perlu repot-repot lagi memikirkan lebel-lebel formal ketuhanan. Pokoknya terus berlaku jujur, menjaga kerahasiaan klien, menganjurkan yang baik, menghindarkan perilaku, sikap dan pikiran buruk, saya rasa ini semua pilihan orang-orang beriman. Itu alasan pertama.Alasan kedua, Islam itu agama rahmat untuk semesta alam loch. Berislam itu mbok yang keren abis gitu loch ! Maksudnya jadi orang Islam mbok yang betul-betul memayungi (pemeluk) agama-agama lain. Agama kita itu sebagai agama terakhir dan penyempurna bagi agama-agama sebelumnya. Agama kita puncak kesempurnaan agama loch. Dan karenanya kita harus tampil sebagai pembawa berita bagi semua. Kita tidak perlu mengunggul-unggulkan agama kita yang memang sudah unggul dihadapan saudara-saudara kita yang tidak seagama dengan kita. Bagaimana Islam bisa dinilai baik kalau kita selaku muslim lalu merendahkan agama (dan pemeluk) agama lain.”
Jadi jangan sok udah berislam “secara baik” tapi ga pernah menghargai perbedaan. Benar kata pak mario Bagaimana Islam bisa dinilai baik kalau kita selaku muslim lalu merendahkan agama (dan pemeluk) agama lain. Ambil contoh kecil kalo kita merendahkan teman kita sendiri tentu saja teman kita otomatis menjauhi kita..


Terakhir beliau berkata :
“Masih banyak orang yang salah faham terhadap Islam. Ada satu pengalaman yang mengherankan sekaligus membuat saya prihatin. Dalam satu seminar di acara coffee break isteri saya didatangi salah seorang peserta penganut agama Kristen yang taat. Masih kepada isteri saya, orang itu memberi komentar bahwa saya menerapkan ajaran Injil dengan baik. Lalu dengan lembut, penuh kehati-hatian, isteri saya memberitahu bahwa saya seorang muslim. Sontak orang itu terperanjat saat mengetahui bahwa saya seorang muslim. Yang membuat isteri saya (dan kemudian juga saya) prihatin adalah ucapannya, “Loch, koq ada ya orang Islam yang baik macam Pak Mario !?” Saya pun terkekeh mendengarnya. Nah ini kritik dan sekaligus menjadi tugas kita semua untuk memperbaiki citra Islam.”


jadi dari berbagai data yang saya temukan, saya yakin bahwa Pak Mario Teguh adalah seorang sufi yang patut kita contoh yang ga perlu menjelaskan keislamannya ke semua orang tapi dengan perilakunya sudah menujukkan bahwa beliau adalah muslim sejati.
(sumber kutipan pak mario : www.sufinews.com)

SALAM SUPER. ALLAHU AKBAR.

RASULULLAH SAW SEBAGAI TELADAN : SEBUAH RENUNGAN UNTUK CALON PEMIMPIN

• Oleh: Muhammad Iqbal


Rasulullah Muhammad Saw. adalah contoh teladan ideal bagi manusia. Dalam surat al-Ahzab ayat 21 Allah memuji sosok beliau sebagai contoh teladan yang baik. ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Nabi Muhammad Saw. adalah sosok manusia sempurna yang tiada memiliki cela sedikit pun. Dari sudut apa saja, Rasul yang mulia ini merupakan teladan yang harus diikuti oleh seluruh manusia.
Beliau selalu satu antara kata dan perbuatannya. Keteladanan beliau tidak hanya diakui oleh umat Islam yang merupakan umat yang mengimani beliau, tetapi juga oleh kalangan non-muslim.
Seorang penulis Barat, Michael H. Hart, dalam bukunya tentang seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah peradaban manusia, meletakkan sosok Nabi Muhammad Saw. pada posisi ranking satu di antara seratus tokoh tersebut. Hart mengemukakan dua alasan tentang pemilihan sosok Nabi Muhammad saw. sebagai tokoh utama tersebut. Pertama, beliau memainkan peranan yang jauh lebih besar dalam pengembangan agama Islam daripada Isa dalam pengembangan agama Nasrani. Kedua, beliau bukan hanya pemimpin agama, melainkan juga pemimpin duniawi sekaligus. Pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.
Ayat di atas berbicara tentang Perang Ahzab (yaitu perang umat Islam Madinah menghadapi tentara sekutu kafir Quraisy Mekkah dengan suku-suku Arab lain dan orang-orang Yahudi di sekitar Madinah) yang terjadi sekitar akhir tahun kelima hijrah. Mereka berencana menyerang umat Islam di Madinah dengan kekuatan besar. Dengan 10.000 tentara sekutu dan janji Yahudi Madinah untuk membantu pasukan kafir jika mereka sudah menyerbu Madinah, mereka mulai bergerak menyerang Madinah. Namun, melalui strategi perang yang cerdas dari Salman al-Farisi, seorang sahabat berbangsa Persia, umat Islam di bawah komando Rasulullah Saw. menggali parit di sekeliling kota Madinah untuk menghempang tentara sekutu agar tidak bisa masuk kota Madinah.
Strategi ini berhasil dan akhirnya tentara sekutu bubar tanpa membawa hasil apa pun. Mereka tidak dapat memasuki Madinah, apalagi menyerangnya. Bahkan Allah sempat mengirimkan kepada mereka hujan badai yang akhirnya memorakporandakan perlengkapan perang dan meruntuhkan mental mereka. Dengan demikian, meskipun tidak terjadi perang secara frontal, dapat dikatakan bahwa umat Islamlah yang memenangi peperangan tersebut. Umat Islam, dengan strategi perang yang masih belum banyak dikenal ketika itu, berhasil mengelabui tentara sekutu. Tentu saja hal ini sangat memukul kaum kafir tentara sekutu, karena tidak mereka perhitungkan sebelumnya. Kemenangan yang dianggap sudah berada di depan mata berubah menjadi upaya yang sia-sia tanpa membawa hasil.
Keteladanan beliau dalam perang ini jelas terlihat sekali. Sebagai pemimpin masyarakat Madinah, beliau tidak mengambil putusan sendiri, apa yang terbaik dilakukan untuk menghadapi tentara sekutu. Beliau terima saran seorang sahabat Persia, Salman al-Farisi, untuk menggali parit mempertahankan kota Madinah. Bukan itu saja, beliau juga langsung turun tangan bersama-sama umat Islam menggali parit di sekitar Madinah untuk menahan laju tentara sekutu. Beliau mengangkut tanah dan memecah batu. Bahkan ketika sahabat tidak mampu memecahkan sebuah batu karang yang menghalang, beliau yang memecahkannya sehingga keluar cahaya dari pecahan batu tersebut. Badan beliau penuh dengan tanah yang menempel.
Beliau tidak seperti sebagian pemimpin sekarang yang hanya menerima laporan dari bawahan, tanpa mau terlibat dan melihat langsung ke bawah. Atau seperti sebagian pemimpin yang melakukan peletakan batu pertama pembangunan sebuah gedung. Mereka menyendok semen dan memegang batu bata dengan sangat hati-hati karena takut jas atau safari dan sepatunya kotor oleh tanah. Beliau tidak suka hanya omong tanpa realisasi. Beliau tidak hanya tunjuk sana tunjuk sini, perintah sana perintah sini. Sebelum mengatakan beliau sendiri telah melakukannya dan sebelum mencegah sesuatu beliau sendiri telah terlebih dahulu meninggalkannya. Inilah di antara keteladanan yang patut dicontoh oleh umatnya.
Beliau bersifat egaliter dan transparan. Dalam sebuah kasus pembagian harta rampasan perang, seorang pemuda Arab badui pernah ”mengkritik” Rasulullah Saw. supaya berlaku adil. Apa respons beliau terhadap pemuda tersebut. Santun sekali. Beliau hanya menjawab, ”Kalau saya tidak berlaku adil, lalu siapa lagi yang akan berbuat adil.” Beliau tidak serta merta marah terhadap kritik rakyatnya, meskipun sebagian sahabat yang mendengar ketika itu sempat ambil ancang-ancang untuk ”mengajar” pemuda tadi.
Memimpin dengan Hati
Inilah sedikit di antara keteladanan beliau dalam kepemimpinan. Beliau memimpin tidak dengan uang. Kalau uang jelas beliau tidak punya. Tapi lebih dari itu, beliau memimpin dengan hati. Filosofinya, ketika hati telah bertemu dengan hati pula, maka bersatulah hati tersebut. Apa pun yang diperintahkan oleh pemimpin, maka orang yang dipimpin akan dengan senang hati melakukannya. Hati tidak terbatas. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berhasil merebut hati dan simpati rakyatnya. Inilah yang akan berjalan langgeng dalam hubungan antara pemimpin dengan rakyat yang dipimpin.
Tidak selamanya rakyat harus diukur dengan harta dan dapat dibeli dengan uang. Harta dan uang sangat terbatas. Ketika kekuatan harta sudah tiba pada ambang batas dan ketika uang sudah mulai kandas, maka pemimpin tidak mampu lagi merebut simpati rakyatnya. Bukankah banyak pemimpin atau calon pemimpin yang menghamburkan hartanya untuk meraih satu jabatan, namun gagal memperoleh apa yang diharapkannya. Bayangkan, betapa besar ruginya orang tersebut. Harta habis, hasrat memperoleh kekuasaan tidak tergapai. Mengapa terjadi demikian? Karena ia gagal merebut hati orang yang hendak dipimpinnya. Ia berpikir bahwa semua orang bisa dikuasainya dengan harta dan uang. Ternyata tidak. Rakyat sekarang sudah semakin cerdas. Makanya ada ungkapan terhadap orang demikian, ”Ambil uangnya, jangan pilih orangnya.” Akhirnya timbullah stres. Setelah stres muncullah stroke. Setelah itu tinggallah ia menunggu saat-saat selesai dari kehidupannya.
Karena itu, pesan yang layak dijadikan sebagai bahan renungan bagi mereka yang berjuang menggapai kekuasaan politik, baik di eksekutif maupun legislatif, adalah bahwa jangan jadikan kekuasaan sebagai pertaruhan hidup-mati, apalagi sebagai kesempatan untuk memanfaatkan berbagai kemudahan dan fasilitas yang mengiringinya. Kekuasaan bukanlah segala-galanya. Gapailah ia dengan cara-cara elegan dan santun. Jangan halalkan segala cara. Jadikanlah kekuasaan sebagai kesempatan untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu, Islam mengajarkan kepada kita bahwa kekuasaan adalah amanah.
Pada suatu ketika, Abu Dzar al-Ghiffari datang kepada Rasulullah Saw. meminta ditunjuk untuk memangku sebuah jabatan dalam pemerintahan. “Ya Rasulullah,” katanya, “kenapa tidak aku saja yang engkau tunjuk memegang jabatan itu” (ala tasta`miluniy). Rasulullah lalu menjawab sambil memegang bahu Abu Dzar, dan berkata, “Ya Abu Dzar, engkau lemah (tidak kuat memegang jabatan itu), sementara jabatan itu adalah amanah. Jabatan itu akan menjadi penghinaan (khizyun) dan penyesalan (nadamah) pada hari kiamat, kecuali bagi orang-orang yang berhak menerimanya (man akhadzaha bi haqqiha) dan mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya.”
Abu Dzar al-Ghiffari tercatat sebagai salah seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah. Sejak memeluk agama Islam, ia terkenal sebagai orang yang sangat saleh dan hidup dalam kesederhanaan. Banyak bimbingan dan petunjuk Rasulullah yang diberikan kepada Abu Dzar, yang membentuk pola hidup bersahaja dan jauh dari kemewahan. Akan tetapi untuk memegang sebuah jabatan, Rasulullah ternyata tidak ragu-ragu, sekalipun terhadap orang yang sangat dekat dengan dirinya, menolak permintaan itu dan memutuskan bahwa sebuah jabatan harus diserahkan kepada orang yang ahlinya.